Idul Adha 1433H

بسم الله الرحمن الرحيم 

Pagi ini aku mendengar sebuah tausyiah. Begitu ringan, tapi mencerahkan...

Mengenai sejauh apa kita mampu jujur pada ibadah kita.
Sejauh apa kita mampu menyeimbangkan antara kepercayaan dan pelaksanaan ibadah.

Hal ini dimisalkan pada pelaksanaan shalat qiyamulail.
Seperti kita tahu bahwa shalat qiyamulail itu adalah ibadah mulia yang memuliakan hambaNya yang mengharap pengampunan dan berkah.
Tapi tidak sedikit pula hambaNya yang lebih mengedepankan kenikmatan terlelap dibandingkan bangun disepertiga malam.

Sejauh mana kejujuran kita pada ibadah yang kita percayai keberkahan Allah disampingnya, tetapi dengan ego pribadi dan kedustaan terhadapNya, kita dengan mudah meninggalkan amalan yang mulia tersebut.

Juga tentang idul adha (kurban) yang akan kita laksanakan.
Idul kurban adalah sebuah bentuk pengorbanan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menyucikan diri demi mendapat ridho' Allah SWT.

Dalam surat At-Taubah : 24
Artinya :
24. Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Jadi ibadah qurban yang akan kita laksanakan semata-mata adalah pembuktian kepada Allah bahwa kita mau berusaha untuk memenuhi perintah Allah dalam berqurban. Jika kita tidak mau meniatkan dan mengusahakan untuk menjalankan ibadah ini apalagi jika mampu, maka tunggulah keputusan Allah SWT yang akan didapatkan.

Seperti dalam Ringkasan Tazkiyatun Nufsh - Said Hawwa menjelaskan bahwa, apakah kita mampu mengorbankan harta untuk berqurban dalam rangka ibadah, atau berkeras hati tidak mau mengeluarkannya karena khawatir akan berkurang hartanya.
Hal ini menegaskan bahwa sesungguhnya harta yang kini berada di tangan kita sesungguhnya berasal dari Allah SWT dan jika Allah menghendakinya kembali dalam ibadah qurban maka keluarkanlah harta tersebut demi mendapatkan ridho' Allah terhadap kita. Juga sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap berkah Allah yang luar biasa.

Seharusnya ibadah qurban ini tidak sulit untuk dilaksanakan, karena Nabi Ibrahim A.S. dahulu lebih besar pengorbanan batin dan fisiknya dibandingkan kita kini. Beliau yang sangat menyayangi putranya dan memiliki keluarga besar yang juga baik ahlaqnya, diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya sendiri. Begitu besar ujian batin yang ia rasakan. Beliau harus meyakinkan keluarganya untuk menerima perintah Allah dengan hati lapang dan ikhlas, juga dengan niat dan ikhtiar yang optimal. Sungguh besar ujian batin yang beliau rasakan, tetapi dengan kesungguhan beliau yang mampu dan sungguh-sungguh mengenyampingkan kecintaan dunia (keluarga) dan hanya bersikeras menjalankan perintah Allah. Maka Allah mengganti sosok putranya itu menjadi sesosok hewan sembelihan.

Pengorbanan yang begitu besar menjadikan beliau layak mendapatkan syurga Allah. Dan kini apa yang telah kita korbankan untuk mendapatkan syurga? Ustadz menyebutkan bahwa, syurga itu tidak bisa didapatkan dengan begitu mudah, perlu pengorbanan di dalamnya, karena perngorbanan tersebut akan menjadi bukti seberapa besar kecintaan kita kepada Allah.

Jadi makna dibalik pengorbanan ini adalah kita dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam segala hal. Kesungguhan kita dalam beribadah, menjadi khalifatul fil 'ard dan mencari ridho' Allah atas kita di dunia.
Semoga setiap pengorbanan tenaga, ilmu, harta dan apapun itu dapat menjadi langkah kita dalam mencapai syurgaNya Allah SWT. Aaamiin.

<Idul Adha 1433H>
Harapan Nabi Ibrahim A.S. adalah harapan kita juga (mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah SWT).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Nasihat Rasulullah Kepada Fatimah