Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Politik Keluarga

Kemarin aku mengalami baper parah. Saat suami mengingatkanku untuk bisa lebih memperhatikan utuns, terutama ketika mamah sedang ada dirumah. Awalnya aku menolak faham dan sedikit kesal, karena aneh saja, kenapa suasana keluarga harus penuh dengan menjilat dan saling membaguskan posisi dihadapan orang yang dituakan atau dihormati. Memang sudah sepantasnya kita menghormati orang tua, tapi rasanya salah kalau hal tersebut adalah politik dalam keluarga. Rasanya hati kecilku masih saja menolak hal tersebut. Rasanya jika bermain 'politik' dalam keluarga itu seolah hubungan keluarga itu tidaj begitu erat, tidak begitu saling mengerti sehingga sampai membutuhkan peran menjilat dan saling menjatuhkan yang lain. Kalau sistemnya saling menjatuhkan, bukankah bukan rasa sayang yang dibangun, tapi persaingan dan seni menjilat siapa yang paling meyakinkan. Tiada rasanya ketulusan dalam sistem tersebut, entah mengapa, suami merasa nyaman dan harus melakukan hal tersebut di dalam keluarga. A

My Children My Booster

Anak itu berkah dan ujian.. Kadang lucu sekali, kocak pisan tingkah lakunya Kadang membuat loop tiada henti atau rewel dengan keinginannya yang tidak jelas Semoga bisa tetap istiqomah mendidik mereka, dengan parenting nabawiyah dan hati yang ikhlas karena Allah

Testimoni 2 Tahun Pernikahan

Waktu 2 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk melalui pernikahan. Banyak hal yang bisa dilakukan selama 2 tahun. Tapi rasanya lebih banyak penyesalan dan kekecewaan dalam 2 tahun ini. Banyak kebahagiaan, namun terlalu rumit permasalahan dan mindset yang negatif sehingga menghapuskan kebahagiaan yang benar-benar ada selama 2 tahun ini. Bisa dikatakan, pernikahan menjadi pressure bagiku ketika budaya dan kebiasaan memaksaku untuk menikah. Di umur yang katanya sudah dewasa, pendidikan sudah selesai bahkan sedang menjalani pascasarjana. Adik-adik sudah menikah. Namun ternyata banyak hal yang belum sempat aku perbaiki, tenangkan dan fikirkan baik-baik bagi pernikahanku. Rasa-rasanya saat memulai untuk melangkah dengannya, suamiku, seolah ia bisa menolongku terlepas dari pressure masyarakat dan mindsetku sendiri. Aku merasa bersalah pada suamiku, yang tidak mengetahui itu. Dia tidak mengetahui betapa bobroknya diriku, mindset dan mentalku saat mulai melangkah bersama. Aku fikir pernik