Kecerdasan Linguistik

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah memberanikan diri dan mengajukan diri dalam sebuah proposal pra-nikah, banyak hal yang saya fikirkan dan rasanya harus saya persiapkan lebih dini. Beberapa hal tersebut misalnya cara membangun komunikasi dengan suami, mengenal lalu menganalisis kondisi suami agar mampu mengetahui kondisi seperti apa dan bagaimana seharusnya seorang istri dapat berdialog, dimana saatnya ketika lebih diutamakan diam, hanya menjadi pendengar sejati.

Kata ustadz dalam kajian hadis yang saya ikuti baru-baru ini, lisan itu sangat sulit dikendalikan maka sedari sekarang sebelum berucap sesuatu fikirkanlah, pertimbangkanlah dengan matang, apakah yang diucapkan nanti lebih banyak manfaat atau mudharatnya. Ustadz pun menjelaskan, banyak orang baik perempuan ataupun laki-laki masuk neraka karena bahaya lisan. Maka saya ingin banyak mempelajari kecerdasan linguistik, agar saya dapat berdialog cerdas dengan suami dan putra putri saya kelak, bukan dengan tujuan 'sok pintar' namun lebih kepada 'mendampingi dan mengulurkan tangan'.

Mengapa sekejap saya membahas tentang kecerdasan lingustik? karena memang jelas adanya, selain kita harus memperdalam ilmu agama melalui tafsir, fiqih, sunnah Rasul dalam pernikahan, namun kita pun harus mempelajari bagaimana Rasulullah mampu mendialogkan dengan cerdas masalah-masalah yang dihadapi beliau kepada istri-istrinya dengan sangat telaten dan bijaksana.

Saya ingin meneladani beliau tentang kecerdasan beliau dalam berbicara, dalam penyampaian dakwah yang sederhana namun melekat dan menyentuh qalbu. Mungkin tidak semua hal bisa disampaikan melalui kata-kata, namun salah satu hal yang penting adalah berdakwah melalui mentoring atau forum difasilitasi dengan kata-kata yang mencerahkan, bukan mengaburkan atau menjatuhkan salah satu fihak.

Sebelumnya saya adalah orang yang ceroboh, seringkali keliru dan salah kaprah dalam bidang lingustik ini. Bisa dikatakan kecerdasan saya bukan dari aspek lingustik, karena dilain kesempatan ketika saya diposisikan sebagai orang yang harus berbicara (pembicara) saya kurang mampu menanganinya, lebih kepada orang yang grogi atau rendah diri jika harus berbicara di depan publik. Oleh sebab itu saya sering takjub dengan akhwat-akhwat yang mampu memimpin sekumpulan orang (termasuk ikhwan) dalam kondisi dimana ia harus mengarahkan atau menjelaskan sesuatu atau mendiskusikan suatu permasalahan.

Yang baru saya lakukan kini adalah memperhatikan orang yang 'lihai' dalam menyampaikan sesuatu, lalu menirunya dengan modifikasi yang saya lakukan. Sejauh ini hanya hal tersebut yang bisa saya lakukan. Namun komunikasi dalam lingkup kecil masih bisa saya handle, misalkan dalam kelompok kecil atau kelompok diskusi. Target saya ke depan adalah mengatasi rasa minder dan mengasah kembali kemampuan berbicara di depan publik. Kemampuan ini bukan harus selalu dimiliki akhwat, namun dalam beberapa kesempatan pasti sangat dibutuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Nasihat Rasulullah Kepada Fatimah