Urgensi target.. #opini

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah pekan ini saya bisa hadir halaqah lagi, berkumpul dengan orang-orang shaleh bikin semangat seperti di-boosting :)

Memang materi halaqahnya bukan tentang target masa depan, hanya saja karena satu dan lain hal yang dimulai darisana, aku berfikir kembali tentang target masa depanku. Target ini sih hanya perencanaan ringan dengan kapasitas pribadi dan tentunya bagaimanapun keputusan akhir hanya ditangan Allah saja.

Ngebahas tentang target ini saya kembali berfikir. Mungkin beberapa target pribadi atau sosial memang harus direncanakan dan dipersiapkan sedari sekarang. Saya sadar, masa lalu saya ketika smp, sma sampai kuliah tingkat awal, saya tidak membuat target khusus jangka panjang yang seharusnya saya persiapkan lebih matang. Walaupun saya tidak boleh menyesalinya dan justru harus jadi pembelajaran bagi diri sendiri, semoga kedepannya saya tidak lagi let it flow terhadap segala sesuatu. Karena jujur saya, perencanaan yang matang akan menghasilkan hasil yang lebih baik atau minimal kepuasan pribadi telah mencapai target.

Tapi target ini tidak menjadikan saya drop ketika memang belum bisa dicapai. Saya rasa target ini justru memacu saya untuk melakukan rencana-rencana lain lebih matang, berproses dan benar-benar saya nikmati.

Nasehat ayah kepada saya,
"Kini kau kan sudah dewasa, bukan saatnya lagi menyerah, diam atau terus bersedih karena satu kegalalan atau satu penolakan. Yang penting maksimalkan ikhtiar, minta sama Allah keputusan yang terbaik untuk hasilnya. Maksimalkan do'anya.."
- Ayah (2013)
Subhanallah, ayahku yang terpaut 10 tahun umurnya dengan ibu, mampu lebih bijaksana dalam memotivasi aku dan saudari-saudariku. Beliau menyadarkanku akan banyak hal yang beliau rasa 'kekanakan', egois atau sekedar karena gengsi. Padahal kutau beliau pun sedang berikhtiar dalam konteks lainnya.

Memang benar nasihat pemateri dalam 'Seminar Pra-Nikah' yang aku ikuti. Peran ayah itu tidak bisa dihilangkan dalam sebuah keluarga, karena ayah memiliki 'pandangan lain' terhadap suatu masalah yang tidak terfikir oleh ibu atau putri-putrinya. Pemateri itu menyebutnya 'kedewasaan yang diajarkan ayah'.

Kembali pada target masa depan itu sangat luas dan ku sadar bahwa kesemuanya itu adalah rezeki Allah. Maka jika hal-hal seperti pekerjaan, jodoh, kebahagiaan adalah rezeki izinkanlah aku mengejarnya, mengikhtiarkannya semampuku agar mampu kuraih berkah Allah dalam prosesnya, insya Allah.

Aku pun belum tau kapan rezeki itu akan hadir, bagaimana dan saat diri ini dalam kondisi keimanan seperti apa. Lalu point selanjutnya yang aku sadari bahwa amalan yaumiyah harus diperkuat lagi, agar terdapat kesiapan hati dan iman untuk mampu berusaha lebih sabar, lebih ikhlas dalam menerima semua ketentuan Allah. Karena hati yang futur akan mudah terjerumus dalam kesedihan yang sangat, seolah tiada berkah Allah sebelumnya yang patut disyukuri dan bisa menurunkan intensitas amal ibadah karena rasa kecewa yang berlebihan.

Satu hal yang aku pelajari selama 3 bulan ini, bahwa tidak semua hal yang kita inginkan dalam benak dan jiwa kita mampu diraih begitu saja dan ketidaksanggupan meraihnya bukan menjadi tanda kematian untuk tetap berikhtiar dan berdo'a secara optimal.

Kembali Allah menyadarkanku betapa diri ini berhati kecil, pesimis dan kurang bersyukur terhadap nikmat yang telah Allah beri. Allah memberikan pembelajaran secara tidak langsung, agar aku mampu menata hati dan memantapkan niat agar lebih ikhlas, lebih sabar dalam menghadapi segala keputusan Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"