Berkeluh Kesah, Bolehkah?

بسم الله الرحمن الرحيم

Mengeluh adalah salah satu sisi burukku yang rasanya sangat supit dihilangkan. Namun aku hanya berani mengeluh pada orang-orang terdekat bukan pada sembarangan orang, karena kufikir kufikir tidak semua orang bisa menerima atau bahkan memanfaatkannya untuk menyerangku.

Aku sadar betapa menjengkelkannya mendengar keluhan itu, aku sadar dan sedang berusaha menahan diri dalam kondisi bagaimanapun.

Namun sedihnya keluhan yang aku usahakan untuk hilang dari kebiasaanku, menular pada suamiku, dan lebih naasnya lagi, keluhan yang ia ungkapkan hanya mengenai diriku.  

Ia benar-benar kesal padaku, katanya dia sensi padaku karena banyak hal.

Beberapa hal yang ia ucapkan berkali-kali padaku, katanya untuk membuatku sadar diri, sadar kelemahan diri. Padahal caranya itu terus menerus menekanku, menoreh luka dan memupuskan empati dan cintaku padanya.

Aku egois
Aku sok tau
Aku pemalas
Aku terlalu banyak tidur (walaupun sakit/kurang tidur krna jaga bawa, ia saka sekali tidak memperhitungkan itu)
Aku suka seenaknya
Aku tidak mau nurut
Aku selalu membuatnya kecewa
Aku lambat dalam memenuhi permintaannya
Aku sering mengeluh

dan

Hal yang paling aku sakit adalah ketika dia bilang sebal padaku karena aku tidak punya mimpi. Jangankan dia, aku yang sedang kebingungan ini & juga sedih karena tidak tau harus mencapai mimpi apa tertekan dengan kondisi diri.

Bukan terus membimbing, dia hanya terus menjudge dan mengungkapkan rasa kecewa.

Sedih rasa, sedih sekali, stres dan begitu penat. Penjara yang saat ini kurasa seolah bertambah dengan penyiksaan mendalam dari orang terkasih.

Entah bagaimana aku bisa tertarik padanya dahulu, tapi yang jelas aku rasa aku telah salah menilai dirinya. Ia sama sekali tidak bisa membaca perasaanku, menerima perlakuanku, dan berubah bersama dengan cara yang bisa aku lakukan.

Sesak dan gelap, itu yang aku rasakan kini.

Apakah memang tahun ke-3 pernikahan itu harus melalui semua ini terlebih dulu?

Aku selalu bertanya-tanya dalam hati dan pikiran. Bukan aku tidak bersyukur, hanya saja aku mengharapkan lebih. Saat ada masa-masa perselisihan/perdebatan, ada juga masa-masa saling mengalah & saling memberi lebih. Tapi aku rasanya belum mengalami itu. Rasa egonya tidak mampu sampai ke fase tersebut. Arogansi intelektualnya menolak harga dirinya untuk menerima dan menghormati cara pandangku. Kebaikan dalam diriku seolah pupus dalam pandangannya.

Aku merasa tidak berguna baginya.
Aku merasa menjadi beban
Aku merasa mendapat penolakan mentah mentah
Aku mendengar ada perasaan yang mengandung sesal dalam perilakunya

Ya Rabb, apakah ini bagian dari ujian hidup yang harus kulalui dengan sabar?

Ya Rabb, apakah memang mental dan keimananku terlalu lemah saat ini sehingga kau terus menerus berusaha membimbingku untuk memperbaikinya?

Ya Rabb, kuatkanlah iman dan pundakku untuk terus bersabar dan bersyukur.

Meskipun ada kemungkinan dia akan terus mengatakan kecewa dan kesal padaku, aku akan berusaha tegar, aku akan berusaha menahan diri untuk balik marah, aku akan berusaha untuk menerima dan melewati ujian hidup ini dengan sabar, aku akan berusaha menguatkan pikiran, hati dan mental untuk terus menerus bangkit dan bersinar meskipun saat terberat sekalipun. 

Semoga Allah mendengar do'aku, mengampuni dosa, lalai dan kufurku padaNya.

Semoga Allah mengkaruniakan cahaya hidayah dan jalan bagiku untuk bertaubah dan menggapai impianku yang sesungguhnya.

Aku yakin, aku yakin 100% Allah menginginkanku untuk bertumbuh, untuk bersinar dan terus memperbaiki kurangku. Lewat berbagai jalan, baik itu dari orang terkasih, orang lain, orang tak dikenal dan jalan yang tidak terduga.

Jika rasanya ujian ini begitu menekanku hingga rasanya sampai batas diriku, aku akan berusaha untuk menahan diri, menutup mulut dan menjaga perilaku. Aku hanya akan mengeluhkan keluh kesahku terdalam, sakit hatiku terdalam, rasa kecewaku, rasa bersalahku, sesalku, harapku dan cita-citaku hanya padaMu, Ya Allah.

Aku tidak sanggup lagi menanggung dan membuat masalah baru karena terbuka lebarnya mulutku, keenggananku, ketidak nyamananku terhadap sesuatu. Lebih baik aku merasakan sendiri tekanannya, rasa sakit dan deritanya agar aku semakin banyak meminta dan mengharap padaNya. Agar Allah semakin melihat diriku, dengan segala permasalahanku dan membantuku menyelesaikannya.

Sudah cukup aku menyakiti diri dan orang lain dengan keluh kesahku.

Sudah udah  aku merasai sakit yang sebenarnya tidak perlu karena terus menerus mengeluh mengeluh rasa tertekan yang sama sekali tidak selesai dengan keluarnya kata-kata sebanyak apapun itu.

Biarlah Allah saja yang menerimaku apa adanya

Menolongku disaat terendah diriku

Membangkitkan semangatku disaat hilang menguap sama sekali

Memberiku ketenangan dalam kebebasan hidup dengan hati yang bersih

Biarlah mereka judge aku dengan peringai apapun, karena hanya Allah yang bisa memahami sedalam apa ketulusanku, rasa sakitku, rasa cintaku, pengorbananku, dan pemberianku kepada orang-orang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"