Kekuatan Regulasi
Bismillah..
Terkadang
batas baik buruknya sesuatu menjadi bias karena perilaku manusia
sendiri. Kebenaran yang mutlak dialih artikan menjadi sebuah perilaku
penyimpangan yang tidak jelas asal usul pelabelannya.
Perbedaan
atau sekat kebenaran menjadi pilihan yang bergantung pada situasi serta
kondisi lingkungannya. Ketika dituntut untuk berlaku benar dengan cara
yang benar maka dilakukkanlah, ketika kondisi memberatkan posisinya
berlaku sebaliknya maka dengan mengayun ringan beralihkan pilihannya
walaupun seandainya pilihan kedua benar-benar menyimpang.
Kondisi ini menjadi dilema, baik dalam perencanaan pengembangan teknologi, energi ataupun ketersediaan. Kesemuanya menjadi blur
lalu semakin menghilang dalam kabut yang entah datangnya darimana.
Sehingga akan menjadi tantangan besar dengan jarak yang kecil, untuk
mampu meloloskan berbagai ide, pemikiran dan pionir2 mutakhir dalam
memajukan potensi lokal.
Tercermin
dari kebijakan-kebijakan yang digulirkan, dengan segera namun semakin
tak berbekas, bayanganpun tak ada. Itu lah yang terjadi ketika
perumusan, ide-ide brilian penduduk pribumi dieksekusi untuk diajukan
diatara keboborokan regulasi pemerintah. Kesemuanya itu akan bergulir,
namun menghilang dengan sekejap, beralih menjadi kebijakan instant
dengan tanpa mempertimbangkan kondisi nasional.
Entah
apa yang salah. Keseimbangan kerja dan koordinasi antara para
akademisi, pemerintah, pelaku masyarakat serta pengusaha tidak
menunjukkan pengerucutan pemikiran. Hanya berupa rencana-rencana, RUU
atau langkah lanjut tanpa arti.
Seminar
Kemandirian Pangan, menyadarkan kami para akademisi tentang pentingnya
regulasi di pemerintahan, karena tanpanya upaya-upaya kami untuk
meningkatkan kemandirian pangan untuk mencapai ketahanan pangan
indonesia di masa yang akan datang hanyalah nihil karena kebijikan lebih
condong kepada priotitas lainnya yaitu hubungan eksternal. Padahal
seharusnya keterlibatan eksternal dilakukan ketika pengembangan internal
telah berjalan sebagaimana seharusnya.
Rasanya
potensi lokal Indonesia hanya dipandang dari kacamata komersialitas dan
kepentingan politik sehingga sekuat apapun pakar akademisi bekerja
keras dalam penelitiannya hanya mencapai pintu gerbang gedung
pemerintahan saja.
Hal
ini mungkin salah satu penyebab semakin terpuruknya bidang-bidang
kebutuhan primer (pangan & energi) karena fokus perhatian pemerintah
bukan pada penelitian, pengembangan, pendidikan atau keberlajutan yang
akan terjadi, tapi sebatas keuntungan, kelebihan, keserakahan pada dana
pinjaman, bahan baku import atau keterlibatan pihak eksternal dalam
kebijakan dalam negeri.
Perilaku
pemerintah yang tidak mempertimbangkan kondisi rakyat tersebut akan
semakin meningkatkan tingkat kekurangan-kekurangan lainnya yang semakin
marak bermunculan. Maka terjadilah pola lingkaran keterpurukan yang
terus bergulir serta membuka lubang besar dalam ketahanan nasional dan
secara langsung membuka kesempatan oknum lain untuk memperluas jangkauan
asupan kekayaan yang mungkin dimiliki.
Harapannya,
kumpulan para akademisi serta pejabat terkait mampu membentuk suatu
kekuatan sehingga dapat terlibat secara langsung dan mengetahui
pengembangan yang bisa dikembangkan dengan potensi yang jauh lebih baik,
agar dapat muncul solusi permasalah yang dirumuskan dan tercapainya
ketahanan nasional salah satunya dari bidang pangan.
Komentar