Learn How to Love and Being Loved

بسم الله الرحمن الرحيم

Fase hidupku kini adalah belajar mencintai
Kata cinta menjadi begitu ringan terdengar di telinga, mungkin karena saking seringnya digunakan untuk kebutuhan komersial di acara tv atau pun advertising.

Namun apakah sebenarnya cinta itu?

Hari ini, aku sedikit mencicipi apa cinta itu dari sebuah buku. Buku yang menceritakan pengalaman dua orang yang mencinta dalam ikatan pernikahan. Bagaimana beratnya serta kesungguh-sungguhan untuk mempertahankannya. Begitu dalam makna cinta ini, tak semudah mengucapkan "I Love You" saja seperti dalam drama manapun.

Buku yang berjudul "Menikah Untuk Bahagia" memberikan gambaran, bagaimana mempersiapkan pernikahan. Persiapan mental dan prinsip dasar yang dijadikan batu pertama membangun rumah tangga. Secara tidak langsung menyadarkanku bahwa pernikahan ini bukan perkara mudah. Mental pribadi pun harus disetting untuk kuat dan menerima perbedaan serta mengatasinya bersama pasangan.

Meskipun hal tersebut tidak mudah, jika dilandasi keimanan dan rasa takut kepada Allah. Maka pernikahan akan langgeng sampe kapan pun. Seperti ayah dan ibuku. Kekuatan pernikahan tergantung pada prinsip-prinsip apa yang dijadikan landasan untuk bekal pasangan menempuh jatuh bangunnya pasangan menghadapi semua ujian hidup agar mencapai ridho' Allah.

Saya belajar tentang prinsip padi pada buku tersebut. Padi yang ditanam, kemudian dirawat hingga akhirnya menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Proses itulah yang harus kami jalani dalam pernikahan. Prinsip memberi (Give) bukan Give and Take. Sejatinya semua orang, dengan mudah, hanya ingin menerima bukan memberi. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan egoisme pribadi pasangan. Memberi jika akan menerima sesuatu. Namun kembali lagi, seperti yang penulis paparkan, jika konsepsi pernikahan seperti itu 'prinsip hitung-hitungan' maka sampai kapan pun keharmonisan pernikahan sulit di dapatkan.

Termasuk saya yang dasarnya selalu ingin menerima, sangat jarang saya memberi dengan tulus tanpa balas jasa apapun (lemah iman). Namun penjelasan tadi menyadarkan saya bahwa keinginan menerima akan sampai pada titik tamak, hingga sama sekali tidak ingin memberi. Nah justru hal inilah yang ingin saya cegah, karena sampai kapan pun tidak akan berakhir dan kebahagiaan akan sulit diraih.

Tambahan sedikit dari saya adalah tingkatkan kemampuan bersyukur diri. Mungkin saja setiap pemberian dibalas dengan yang menurut pasangan setara, namun penilaian pribadi berkata lain. Meskipun begitu, ucapkan terima kasih dengan tulus. Tunjukkan bahwa kita menghargai itikad pasangan memberi yang terbaik, bukan dinilai dari seberapa besar atau banyaknya, tapi nilailah dari keinginan dan kasih sayang yang ada didalamnya.

Bismillahirrahmannirrahim..

Selalu belajar untuk menjadi insan terbaik, istri shalehah, ibu yang amanah dan penyayang, anak yang berbakti dan masyarakat yang profesional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The problem is YOU!

Tentang Tarbiyah & Halaqah

Tentang Ammah