How to solve differentiation?
Bismillahirrahmanirrohim..
Sebut saja ini salah satu proses kami dalam berkomunikasi.
Masalahnya sih sederhana, tentang seserahan. Teknis banget, bukan prinsip katanya bahkan ga ada sunnahnya.
Pemikiran saya, apa salahnya menerapkan kebiasaan agar sama-sama senang, toh bukan perilaku yang melanggar aturan islam. Ini hanya masalah preference, bagaimana cara melakukan apa berdasarkan kebutuhan salah satu pihak. Saya pun ga menutup kemungkinana untuk versi lainnya, apabila memang daoat diterima.
Namun saya pun ingin didengar, saya bukan orang hafal banyak ayat dan hadist, apalagi menerapkannya dan tidak juga bermaksud untuk melanggar aturanNya. Kembali lagi, ini hanya masalah preference. Apakah bisa diukur? Pastinya tidak, bahkan tidak bisa di benchmark, ini seolah seperti hak prerogatif seseorang karena menyangkut selera dan saya rasa agama tidak melarang hal ini. Apalagi preference saya pun tidak melanggar aturan agama.
Namun memang saya berharap selalu bahwa preference saya menjadi bahan rujukan dalam pengambilan keputusan bersama. Mengapa begini, mengapa butuh prosedur, dll.
Benar kata ipar saya, kalo tipe saya adalah terlalu memikirkan orang lain. Prosedur pun saya jalani bukan untuk saya sendiri tapi juga keluarga saya, karena ini semacam kebiasaan non ritual, hanya prosedur simbolik keramahtamahan. Apakah saya salah?
Bukankah dalam ibadah pun kita dianjurkan untuk bertoleransi. Seperti penggunaan qunut atau tidak saat shalat subuh? Orang yang berilmu pasti paham hal ini, tidak semua kehedak kita bisa diterapkan sepenuhnya karena diri kita adalah bagian dari keluarga, bagian dari masyarakat yang punya andil dan amanah dalam posisinya masing-masing.
Kata ayah mungkin ini ujian, bagi saya sendiri yang harus berani menerima perbedaan budaya dan kebiasaan. Keluarganya sangat simpel bahkan saya fikir seolah-olah perhatian atau afeksi itu hampir jarang dilakukan. Makanya saya ingin banyak sharing, bahwa untuk saya seperti ini yang terbiasa memberikan dan menerima afeksi, bukan hal yang ganjil lagi baginya.
Bukankan afeksi itu bumbu dari keharmonisan dan kehangatan rumah tangga?
Nah, makadari itu kelebay-an saya memperlakukan sesuatu dalam prosedur & performansi yang jelas sangat penting buat saya. Saya ga nerima hal yang bersifat formal dan sakral, hanya dilakukan sebatas formalitas saja, seolah pernikahan itu tidak penting yang penting akad saja. Saya kurang setuju kalo seperti itu.
Yah kami memang butuh banyak komunikasi, saya tau dia awam, begitupun saya awam terhadap pattern keluarga perantau yang super duper simpel & agak cuek saya rasa. Saya dan mereka sama-sama butuh penyesuaian, banyak..
Ya Allah jika ia memang jodohku, maka mudahkanlah kami dengan keimanan kami, tuk merajut mimpi dalam rumah tangga harmonis berbalut cinta beratapkan kasih sayang
Komentar