Segala Hal Harus Dipertanggung Jawabkan

Judul diatas ^ terlintas di fikiran, saat flashback ttg sgala hal yang udah terlewat...

***Pertama, tentang AMANAH. Amanah diberikan kepada kita karena Allah ingin menguji kita, ingin mendidik kita dalam memegang tanggung jawab, merencanakan sesuatu kegiatan, membagi-bagi tugas, dll. Maksud dari amanah tersebut adalah kita harus mampu mempertanggung jawan sesuatu apapun itu. Awalnya muncul rasa kecewa dan sedih gak bisa mengikutin amanah lain yang lebih dicintai. Namun setelah beberapa hari ditimbang-timbang dan minta nasihat-nasihat teteh dan sahabat, akhirnya muncul sebuah jawaban yang benar-benar menguatkan pendirian, yaitu :

"Janganlah bersedih karena tidak mendapatkan amanah-amanah yang dicintai, tetapi bersedihlah saat amanah-amanah yang telah diemban, tidak mampu kita pertanggung jawabkan."

Bentuk tanggung jawab disini adalah apakah dengan berhasil meraih banyak amanah, kita mampu memenej semuanya secara keseluruhan? apakah kita telah mengukur kapasitas kita untuk menjadi orang yang multi amanah? Bukan merasa rendah diri atau putus asa, tetapi untuk orang seperti sy. Tidak semua amanah yang dirahkan kepada sy oleh orang-orang terdekat, mampu saya 'handle' dengan plus minus kapasitas sy? Rasanya hal ini perlu dipertimbangkan baik-baik. Dengan mengemban amanah, kita belajar dan mengajarkan, dalam tahapan tersebut terdapat proses, proses pencapaian tujuan yang kita rancang sendiri, petakan dan usahakan melalui program kerja.

Alhamdulillah, orang-orang yang sy sayangi dan sy cintai, mampu mengarahkan pola pikir sy yang masih terpengaruh emosi dan keegoisan semu. Kembali lagi ke judul, untuk mengemban suatu amanah, perlu difikirkan sebaik mungkin, karena sikap kita, gerakan kita, keaktifan atau kenonaktifan dalam amanah akan dipertanggung jawabkan dihadapannya. Tapi bukan berarti kita melepaskan kesempatan untuk masuk ke ranah pembelajara tersebut. Justru dengan memcoba mengemban amanah, dapat menjadi langkah awal kita untuk belajar bertanggung jawab dan bersikap yang terbaik untuk menjadi orang yang lebih baik. Meningkatkan kualitas diri, merupakan kewajiban seorang muslim yang ingin merubah bangsanya menjadi bangsa yang cinta tanah air, beriman, berintelektual dan berahlaq mulia.

***Kedua, tentang HARTA. Setiap apa-apa yang Allah berikan merupakan titipan, termasuk HARTA/materi. Harta luas cakupannya, dapat berupa rumah, kendaraan, alat komunikasi, dll. Harta ini Allah berikan kepada kita agar dapat dimanfaatkan bagi tujuan yang baik dalam menegakkan kebaikan. Tetapi akan justru akan menjadi bumerang, yang membutakan hati, mengikis ahlaq dan menarik kita kedalam neraka jahanam!

Saat harta dicari dengan cara yang baik (halal) dan digunakan untuk keperluan yang baik juga, maka Allah akan memberikan pahala bagi orang-orang yang mampu menjaga 'titipan' Allah untuk jalan kebaikan. Karena harta yang paling bermanfaat adalah harta yang dipegang oleh orang beriman dan cerdas, seperti sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Dengan kesabaran, kedermawanan, dan kemuliaan mereka, para sahabat mampu memanfaatkan berkah yang diberikan dengan sebaik mungkin.

Dapat menjadi bumerang. Ketika harta didapatkan dari sumber yang tidak halal, tidak baik, mendzalimi orang lain, merebut hak anak yatim atau hasil pencurian bertopeng amanah (korupsi), maka Allah akan murka terhadap orang-orang melakukannya dan terlibat pada setiap tahapannya. Harta hasil pencurian, dipindahtangankan tanpa izin dari sang pemilik berarti mendzalimi orang tersebut. Wajar saja Allah memurkai kegiatan pensuplai dana haram dengan neraka yang kepedihannya tak mampu terbayangkan sebatas akal manusia.

Bumerang disini yaitu saat materi membutakan mata hati untuk saling menyayangi sesama saudara. Harta warisan dapat menjadi bumerang, saat diperebutkan, sehingga menghancurkan ukhuwah, kasih sayang dan toleransi sesama saudara. Juga menghilangkan rasa kemanusiaan dari diri seseorang saat mengambil atau mengalihkan dana yang bersumber dari rakyat yang mengalami khrisis moneter.

***Ketiga, KEBAHAGIAAN. Sekilas hal ini mungkin sama sekali tidak termasuk ke dalam kriteria hal-hal yang harus diwaspadai untuk pertanggung jawaban dihari akhir. Saat Kebahagiaan itu hadir, diri ini seperti terlena, terbuai dengan keindahannya kasih sayang atau kehangatan cinta kasih seakan-akan hidup di dunia bagai hidup di syurga. Syurga yang dibayangkan hanya sebuah angan-angan strategi syetan untuk melupakan tujuan hidup kita.

Berangan-angan tentang dunia, akan 'dibenarkan' oleh syetan, karena dia ingin kita mengikutinya ke jalan yang salah. Justru kebahagiaan ini harus mampu menjadi parameter perbaikan dan evauasi serta momet kita untuk selalu bersyukur dan untuk selalu mengimani dengan sebenar-benarnya Allah di dalam hati.

Keadaan ini harus diwaspadai, karena saat berada dalam kebahagiaan kita tidak akan mau bergerak untuk perubahan, kita tidak akan terangkul untuk saling memperbaiki dan bahkan mampu menurunkan keimanan sehingga akan terjadi perpecahan yang tidak berarti. Dan atau apakah Allah masih menyayangi kita, masih meberikan kepercayaan kepada kita untuk mengemban ujian keimanan. Allah menguji manusia dengan cobaan yang bisa diatasi dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"