Mampir Sekejap Saja

بسم الله الرحمن الرحيم 

Dia.. yang sempat mampir dalam kehidupanku
Dia.. yang terus menerus membisikkan namaku dalam diam
Dia.. yang menganggap diri ini luar biasa

Sempat sosoknya pernah mampir dalam sekejap pikiran dan hariku
Pernah ia, terus menerus berada dibenakku tanpa izinku
Pernah pula ia, mengangguku meski sosoknya tidak terlihat sama sekali
Namun kini, ia bagian dari masa laluku

Kehadirannya dalam sekejap hidupku memang moment yang terjadi secara alami, mengalir namun merasuk terus kedalam fikiran
Oleh sebabnya, ku yakinkan diri ini bahwa kehadirannya dalam benakku adalah salah dan ku berusaha sangat keras mengalihkan dan meremove segala sosoknya dalam keseharianku

Namun proses ini kemudian dikacaukan kembali dengan dirinya yang menoleh balik memandangiku dari kejauhan
Efek pandangan yang berbahaya..
Gerakan matanya selalu mengikuti kemana dan dimana pun ku pergi
Rasanya seperti dicengkram erat tidak boleh terlepas
Bahkan kesan yang ia bentuk dalam lingkungannya, menyatakan aku miliknya
Perasaan itu awalnya membuatku terganggu dari keteguhan sikapku sebelumnya
Namun keyakinanku untuk menghapuskan rasa yang seharusnya netral tidakkan semudah itu dikembalikan ke tempat semula
Aku sudah terlanjur melupakan sosoknya, perannya, memori dan kesan terbaiknya dalam benakku
Cukup keras aku melakukan itu semua, karena Allah tidakkan meridho'i perilaku tersebut

Saat aku telah berhasil berpaling, dialah yang justru menarikku ke dalam khayalnya 
Ketertarikannya kepadaku ditunjukkan begitu clear dan sangat menggoyahkanku saat itu
Meski aku tetap memaksakan diri dalam stage netral, tidak cenderung kepada apa dan siapapun

Hal paling menyakitkan adalah ketika rekannya yang super inisiatif itu menghakimiku atas hakku untuk menggenapkan agamaku, mengikuti sunnah teladanku Rasulullah SAW dan untuk menghindarkan diri dari segala hal yang sangat sangat tidak diinginkan. Pria ini menanyaiku segala hal, tentang keputusanku, tentang calon pendampingku, dan tentang pertemuan kami. Aku seperti pelaku kriminal yang sedang diinterogasi, kesal rasanya mendengar itu semua. Padahal kesan sahabatnya dibenakku semakin membaik, aku menghargai dan menghormatinya sebagai seniorku. Namun perilaku rekannya ini seolah-olah dikatakan langsung olehnya, meskipun pada kenyataannya aku sama sekali tidak mau tau kronologisnya sampai rekannya ini berani menghakimi keputusanku.

Sosoknya dalam benakku bisa dibilang cukup baik
Aku menghormati dan mengagumi caranya memperlakukan orang lain
Begitu santun dan membekas

Namun dalam hal ini, tie the knot ia sama sekali tidak membuatku mempertimbangkannya menjadi pasangan hidupku. Kecenderungannya padaku sama sekali tidak ia buktikan dengan keseriusannya menjalani perkenalan formal yang sah dan clear. Perasaannya hanya sampai pada informasi sebagian, bahwa ia menaruh suatu rasa padaku, cukup, tidak lebih dan tiada masa depan di dalamnya. Tentu saja hal tersebut meyakinkanku bahwa ia bukanlah kandidat pasangan hidupku. Meski ia sempat hadir sekejap, namun kini sosoknya akan menjadi masa lalu, yang sedikit kecut. 

Setelah ku menjadi istri, selalu ku lihat ia yang pathetic dengan perasaannya yang tidak sampai. Namun itu semua bukan salahku sama sekali. Kecenderungan dan perasaan yang kuat harus diikuti dengan tekad dan pembuktian, bukan hanya surat menyurat oral masalah cinta yang tak sampai. Kesemuanya itu memang manis, namun pahit di akhir, tidak ada jejak-jejak cerita yang kan dilewati bersama. Bahkan tidak ada cerita yang kan dimulai bersama dalam suka duka dan romansa, jika tidak melalui jalanNya yang telah Ia tentukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"