He's The One

بسم الله الرحمن الرحيم 

Proses pencarian yang kulakukan, terus menerus, tiada pernah lelah sambil terus merayu Allah untuk mempertemukanku dengan ia, yang paling kubutuhkan, bukan kuinginkan, yang paling Allah ridho’i untuknya membersamai kehidupanku selanjutnya.

Ia yang memiliki sesuatu yang tidak mampu ku dapatkan dari sosok lainnya. Hanya ia, yang Allah hadirkan dengan segala hal kompleksitas mengenai diri dan pemikirannya. Dia yang akan hadir dalam hidupku yang sederhana ini. Sederhana yang dimaksud adalah tetap diam berada di posisi safe zone dan terpenjara dalam mental blocking ini itu yang sebenarnya tidak perlu.

Pertemuan dengannya seolah seperti uluran tangan untuk berhenti terpenjara dalam safe zone kehidupan dan mulai bangkit berdiri di kenyataan hidup yang sebenarnya. Bisa disimpulkan, aku dengan mental yang lemah, bertemu ia dengan mental kuat. Menurut seniorku yang sempat mengenalnya, sosoknya adalah seseorang yang tidak takut apapun dan siap untuk take risk dan endurance yang kuat untuk bertahan & bertanggung jawab didalamnya. Menurutku, tidak semua orang mampu melakukan semua itu dan aku membutuhkannya.

Dirinya yang ku ikhtiarkan untuk menjadi pasangan hidupku dan ayah dari anak-anakku, haruslah ia yang beriman kuat, bermental baja & risk taker. Semua itu yang aku pelajari dari guru kami Ustadz Gymnastiar saat pelatihan Santri Siap Guna. Tidak semua pemberani diluar sana, serius dan mampu membuktikan keberanian untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.

Selama proses perkenalan kami, sangat sering pihak keluargaku mengajukan tantangan-tantangan yang rasanya cukup ‘berat’ untuk dirinya, namun alhamdulillah semua ia lewati dengan keyakinan dan tanggung jawab. Tidak kalah dariku, ia pun melakukan tugasnya untuk mengujiku. Dari sanalah rasanya, semakin kuat kecenderungan kami untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.

Ta’aruf kami yang berlangsung selama 1 bulan, setelah berbulan-bulan lalu sempat terpisah karena satu dan lain hal. Semakin memantapkan pendirianku menjadi bagian dari hidupnya. Kami berdua sadari, kehidupan pernikahan tidak selamanya indah, maka mau tidak mau kami paksa (dalam arti positif) diri kami sendiri untuk melaluinya bersama. Dengan izin Allah, pada tanggal 16 kami menikah, dengan keyakinan seperti itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"