Politik Keluarga

Kemarin aku mengalami baper parah. Saat suami mengingatkanku untuk bisa lebih memperhatikan utuns, terutama ketika mamah sedang ada dirumah.

Awalnya aku menolak faham dan sedikit kesal, karena aneh saja, kenapa suasana keluarga harus penuh dengan menjilat dan saling membaguskan posisi dihadapan orang yang dituakan atau dihormati. Memang sudah sepantasnya kita menghormati orang tua, tapi rasanya salah kalau hal tersebut adalah politik dalam keluarga. Rasanya hati kecilku masih saja menolak hal tersebut. Rasanya jika bermain 'politik' dalam keluarga itu seolah hubungan keluarga itu tidaj begitu erat, tidak begitu saling mengerti sehingga sampai membutuhkan peran menjilat dan saling menjatuhkan yang lain.

Kalau sistemnya saling menjatuhkan, bukankah bukan rasa sayang yang dibangun, tapi persaingan dan seni menjilat siapa yang paling meyakinkan. Tiada rasanya ketulusan dalam sistem tersebut, entah mengapa, suami merasa nyaman dan harus melakukan hal tersebut di dalam keluarga.

Aku sadar memang urgensinya, aku juga tidaj menyangkal kalau hal tersebut dibutuhkan oleh semua orang. Tapi terlalu ambisius jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seolah tidak ada rasa saling percaya diantara keluarga. Harusnya bukan itu yang jadi sikap utama.

Keluarga yang ingin aku bangun adalah keluarga yang menyayangi karena ketulusan bukan penuh kepalsuan ala ala sistem dirumah ini, politik keluarga penuh kepalsuan. Sistem yang entah mengapa, seringkali dilakukan.

Cuma suami mengingatkan bahwa skill how to influence people dan negotiation skill sebenarnya dibutuhkan agar menjaga hubungan baik dengan saudara dan masa depan. Sarannya sangat baik, dan akan kucoba meski belum faham mengaplikasikannya dalam pergaulan dan hubungan sehari-hari bagaimana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"