Lagi-lagi Tentang Persahabatan
Baru kali ini aku ngerasain kalo ternyata persahabatan yg terjalin antara laki-laki dan perempuan itu tidak bisa sekedar persahabatan biasa, layaknya seperti persahabatan antar sesama gender.
Hal ini terjadi antara aku dan salah seorang temanku yang berbeda gender denganku. Aku fikir setelah kami lama bersama karena kepentingan pendidikan, aku kira dia telah menganggapku sebagai sahabatnya. Tapi ternyata aku salah.
Dia adalah orang yang supel, ramah dan baik kepada siapa saja. Dia jarang memeperlihatkan kekesalannya padaku. Dia juga sangat akrab denganku. Dulu aku sering ngobrol dengannya, sangat akrab, seperti obrolanku dengan saudara-saudaraku. Segalanya aku ceritakan, aku juga sering bercanda denganya sekali-kali. Kadang-kadang kamipun sering membicarakan tentang berita-berita yang sedang ramai diperbincangakn saat itu.
Tapi akhirnya hubungan erat itu, yang aku fikir itu adalah persahabatan hancur begitu saja sekarang. Hal itu terjadi saat aku masih semester 1 di perkuliahanku. Awalnya aku memang sering menceritakan tentang perkulihanku padanya, walaupun saat itu dia belum kuliah, tapi dia mau mendengarkan cerita-ceritaku.
Kami telah sering berbincang-bincang lewat pesan elektronik atau sms. Sampai suatu malam aku menceritakan tentang asisten dosen kimia yang mengajar aku. Aku mengeluh tentang orang itu, saat itu aku memang sedikit tertarik dengan asisten dosen itu, sehingga aku ingin menceritakannya kepada temanku tersebut dengan tanpa mengatakan perasaan sebenarnya pada temanku.
Kemudian dia malah beralih menanyakan perasaanku padanya. Aku langsung kebingungan karena dia mengatakan apakah aku ingin menjadi 'pacarnya' atau tidak. Jujur saja itu adalah pertama kali untukku. Seorang yang telah aku anggap sebagai sahabatku, menyatakan hal itu padaku. Dengan tanpa berfikir panjang aku langsung menolaknya, karena aku sangat senang dengan persahabatan kami dan tidak ingin menghancurkannya dengan hubungan yang lain.
Namun hal yang aku harapkan tidak terjadi. Dia, sahabatku, menjadi jarang membalas pesan-pesanku lagi. Karena hal itu aku fikir dia terluka, dia marah padaku karena hal itu. Padahal aku telah meyakinkannya bahwa aku benar-benar senang menjadi sahabatnya, tempat berbagi cerita, bercanda dan tertawa.
Akhirnya terjadi juga. Aku khawatirkan hal ini sudah sejak lama. Sejak aku menaruh perasaan padanya, namun telah aku perbaiki dengan persahabatan.
Yang aku percayai saat itu adalah, hubungan laki-laki dan perempuan tidak mungkin terlalu dalam pada status hubungan persahabatan seperti persahabatan antara sesama gender.
Aku merasa sedih dan merasa bersalah karena telah menghancurkan hubungan kami, hubungan yang aku anggap sebagai persahabatan.
Aku tidak bisa menerima perasaannya padaku dengan status berpacaran, karena yang aku fahami dalam agama yang aku percayai bahwa status antara hubungan laki-laki dan perempuan tersebut, tidak dibenarkan dan seharusnya dihindarkan.
Aku fikir dia telah faham dengan sikap aku yang selalu menunjukkan ke arah itu, sehingga hal ini seharusnya tidak terjadi.
Hal ini terjadi antara aku dan salah seorang temanku yang berbeda gender denganku. Aku fikir setelah kami lama bersama karena kepentingan pendidikan, aku kira dia telah menganggapku sebagai sahabatnya. Tapi ternyata aku salah.
Dia adalah orang yang supel, ramah dan baik kepada siapa saja. Dia jarang memeperlihatkan kekesalannya padaku. Dia juga sangat akrab denganku. Dulu aku sering ngobrol dengannya, sangat akrab, seperti obrolanku dengan saudara-saudaraku. Segalanya aku ceritakan, aku juga sering bercanda denganya sekali-kali. Kadang-kadang kamipun sering membicarakan tentang berita-berita yang sedang ramai diperbincangakn saat itu.
Tapi akhirnya hubungan erat itu, yang aku fikir itu adalah persahabatan hancur begitu saja sekarang. Hal itu terjadi saat aku masih semester 1 di perkuliahanku. Awalnya aku memang sering menceritakan tentang perkulihanku padanya, walaupun saat itu dia belum kuliah, tapi dia mau mendengarkan cerita-ceritaku.
Kami telah sering berbincang-bincang lewat pesan elektronik atau sms. Sampai suatu malam aku menceritakan tentang asisten dosen kimia yang mengajar aku. Aku mengeluh tentang orang itu, saat itu aku memang sedikit tertarik dengan asisten dosen itu, sehingga aku ingin menceritakannya kepada temanku tersebut dengan tanpa mengatakan perasaan sebenarnya pada temanku.
Kemudian dia malah beralih menanyakan perasaanku padanya. Aku langsung kebingungan karena dia mengatakan apakah aku ingin menjadi 'pacarnya' atau tidak. Jujur saja itu adalah pertama kali untukku. Seorang yang telah aku anggap sebagai sahabatku, menyatakan hal itu padaku. Dengan tanpa berfikir panjang aku langsung menolaknya, karena aku sangat senang dengan persahabatan kami dan tidak ingin menghancurkannya dengan hubungan yang lain.
Namun hal yang aku harapkan tidak terjadi. Dia, sahabatku, menjadi jarang membalas pesan-pesanku lagi. Karena hal itu aku fikir dia terluka, dia marah padaku karena hal itu. Padahal aku telah meyakinkannya bahwa aku benar-benar senang menjadi sahabatnya, tempat berbagi cerita, bercanda dan tertawa.
Akhirnya terjadi juga. Aku khawatirkan hal ini sudah sejak lama. Sejak aku menaruh perasaan padanya, namun telah aku perbaiki dengan persahabatan.
Yang aku percayai saat itu adalah, hubungan laki-laki dan perempuan tidak mungkin terlalu dalam pada status hubungan persahabatan seperti persahabatan antara sesama gender.
Aku merasa sedih dan merasa bersalah karena telah menghancurkan hubungan kami, hubungan yang aku anggap sebagai persahabatan.
Aku tidak bisa menerima perasaannya padaku dengan status berpacaran, karena yang aku fahami dalam agama yang aku percayai bahwa status antara hubungan laki-laki dan perempuan tersebut, tidak dibenarkan dan seharusnya dihindarkan.
Aku fikir dia telah faham dengan sikap aku yang selalu menunjukkan ke arah itu, sehingga hal ini seharusnya tidak terjadi.
Komentar