Suami adalah Titipan

Malam tadi betul-betul menguras diriku. Aku hanya bermaksud mengobrol tentang anak-anak, perkembangannya dan bagaimana mendidiknya mempelajari adab, nilai-nilai keislam, dll. Entah apa yang kusampaikan terdengar lain ditelinganya ataukah sedari awal sudah menumpuk kekecewaan, kejengkelan, dan amarah dalam dirinya. Akhirnya maksud baikku direspon negatif.

Katanya aku hanya bisa mengeluh-mengeluh saja. Katanya anak-anak tidak lagi trust kepadaku, dll. Memang kemudian ia memberikan nasehat agar anak mendapat perhatian kita, namun dengan paksaan. Metode ini bertolak belakang dengan yang selama ini aku berusaha menerapkannya. Paksaan terdengar negatif namun aku akan modifikasi agar mereka tidak merasa terpaksa. 

Maksud hati bertukar pikiran dengan suami, ya dimulai dengan permasalahan yang ingin kupecahkan bersama. Tapi dia bilang aku hanya mengeluh, salah lagi deh. Telfonku diputuskan tiba-tiba, ditelfon balik malah diabaikan. Jelas ini gesture-gesture penolakan yang menyebalkan. Berkali-kali ia memperlakukan ku seperti ini, mengabaikan dengan tanpa rasa bersalah, alasannya aku telah berdosa mengecekannya membuatnya sedih dimasa lalu.

Aku tidak menyangkal hal itu, tapi yang kuketahui, pernikahan adalah saling bersabar terhadap pasangan, bukan mencari kepuasan terhadap pasangan. Ia mungkin berfikir lain, ketidakpekaanku, daya tahanku yang lemah, dan pengorbananku untuk bangkit dari baby blues yg lumayan parah ia remehkan dan singkirkan. Perilakunya menunjukkan betapa remehnya aku dibandingkan dirinya dan mungkin orang lain yang menjadi acuannya.

Ku sesak saat menyadari bahwa beginilah suamiku, belum mampu menerima istrinya dan tidak lagi menghargai istrinya. Innalilahi. Sedih rasanya jika aku membahasnya kembali, namun hikmahnya memang mungkin inilah jalanku mencari pahala, bersabar terhadap suami. Cakrawalaku tentang sabar harus lebih diperdalam lagi, dan caraku memperbaiki hal telah lalu. Karena meskipun ia terus menerus mengulang masa lalu, namun jika tidak ada itikad memaafkan dan menerima, sulit aku bisa kembali meraihnya.

Entah luka dan kekecewaan terdalam apa yang melatarbelakangi ia bersikap begitu dingin padaku, sebelum interaksi kami berubah kacau. Aku hanya akan berusaha sebisaku dan berdo'a kepada pemilik hatinya, agar Allah melembutkan jiwanya dan memperbaiki kembali komunikasi kami yang kacau balau. Lelah memang menghadapinya saat sedang begitu dingin dan tak acuh padaku, namun aku harus sadar bahwa dirinya adalah ujian bagiku, tempat ku mencari pahala sabar, tempatku semakin merapatkan diri pada penciptanya.

Bukan aku menyerah, namun aku akan membenahi diri sebaik mungkin. Hubunganku dengan Allah, anak-anak dan produktifitasku yang membuatku sehat secara batin dan fisik. Karena pikiran negatif tentang komunikasi dengannya hanya menggerogoti ku dan membuatku tidak produktif sama sekali.

Ia mungkin tidak menyadari bahkan meremehkan perihal komunikasi diantara kami. Namun aku akan tunjukkan kepada anak-anak, tanpanya aku pun bisa mendidik mereka menjadi anak shalih shalihah yang meyakini Allah dengan sebenar-benarnya. Tanpanya, aku akan melatih mereka untuk menjadi pemaaf, penyayang dan menghargai, tidak seperti dirinya yang terus menerus menyakiti.

Sebutlah karena tidak piawaianku berkomunikasi dan menyampaikan aspirasi, namun diluar itu semua, aku niatkan dan upayakan yang terbaik sebagai istri dan ibu. Hal ini ternyata diuji, seberapa ikhlas dan sabarnya aku menghadapi suami dengan penolakannya yang begitu dalam. Kini aku sadari, aku tidak kan lagi mengharapkan support moril darinya, karena memang ia tidak bisa lagi memberikannya, malah memberi tekanan batin yang kontra produktif kepadaku.

Ya Rabb, lindungilah aku, kuatkanlah aku, dan tegarkanlah diriku untuk ikhlas, sabar dan Istiqomah dalam memberikan pengasuhan terbaik semampuku. Karena suamiku telah memberikan penolakan untuk ikut terlibat didalamnya, karena ia tidak lagi mau memberikan dukungan moril dalam pengasuhan anak-anaknya. Biarlah aku, keluarga dan Engkau saja yang kini mewujudkannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

The Pure Love