Efek Bola Pantul

Ku menyesali perbuatan kasar dan pembicara ku pada putri-putri kembarku dulu.

Ku tidak sangka, kemampuan ku menahan stres sebegitu rendahnya, hingga akhirnya mereka yang menjadi korban kepayahanku salam mengendalikan  stres.

Namun stresku ini bukan tanpa alasan. Permasalahan dan tekanan dirumah serta tanpa dukungan pasangan, membuatku kewalahan dan terkadang meledak-ledak pada buah hati kecil-kecilku yang tak bersalah. Hingga kini, sikap réaktif mereka berbekas, akibat kepayahanku menahan tekanan dan stres berlebih. 

Tekanan yang kumaksud tak dianggap sama sekali oleh suamiku dan cenderung meremehkannya. Ia menyuruhku untuk menahan diri, berlemah lembut dan berkasih sayang pada anak-anak kami. Namun disisi lain ia mengingatkanku dengan cara menegur kasar, membentak bahkan membiarkanku saat dirinya kesal.

Pernah suatu waktu ia menegurku didepan banyak orang. Ia berhasil mempermalukanku dan menghancurkan kepingan cintaku padanya. Ia tak sedikitpun menghargaiku sebagai istrinya, yang mengandung anak-anak kami selama 9 bulan beserta kepayahan dan pengorbananku. Darisana kusadari, pria ini sudah tak mampu lagi kuharapkan perhatian, kelembutan dan kasih sayangnya. Karena memang ternyata hatinya begitu kaku, keras dan tak paham cara bersikap lembut kepada istrinya sendiri.

Begitpun saat ini, saat ia menjalani residensi. Ku yang kini berjauhan dengannya, begitu rindu padanya, namun kata-kata kerinduan hanya mengudara sekejap saja dilangit malam kehitaman. Ia menjawabku dengan malas, dingin dan tanpa perasaan apapun. Bahkan mengakui percakapan denganku membosankan dan melelahkan baginya.

Ya Allah Ya Rabb... 

Mungkin kan ia bukan jodohku???
Mengapa cinta ini bahkan tidak diindahkannya???
Kerinduan ini diabaikannya satu kata malas???

Begitu perih ya Rabb, ternyata mencintai makhlukmu tak seindah puisi dalam novel picisan yang mengagung-agungkan rasa cinta dan gairah.

Ia bahkan mengabaikanku, yang sebelumnya ia mintakan izin untuk mengenyam pendidikan residensi. Kini ia bahkan berpangku tangan, terhadapku dan putri-putriku.

Bisa-bisanya ia menekanku dengan kejam, intimidasi dan pengabdian, sedangkan aku harus mampu selalu hangat lembut dan penyayang padan anak-anak. Apa yang sebenarnya ia harapkan? Ia mau aku fokus pada karirku dan mengabaikan anak-anak, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip hidupku? Ia benar-benar menantangku untuk menunjukkan potensi dan bakatku, agar ia punya sesuatu yang bisa di anggaran pada teman dan keluarganya.

Pemikirian politis yang sangat sesuai dengannya. Namun begitu menyakitkan dan piku bagiku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

The Pure Love