Kemewahan

بسم الله الرحمن الرحيم

Malam ini tetiba kuterfikirkan mengenai kemewahan. Mengapa generasi milenial cenderung mendefinisikan 'kemewahan' sebagai kenyaman dan kekayaan yang berlimpah ruah?

Meski dahulu, aku berfikiran yang sama. Namun kemudian ku hijrah pemikiran, mereset ulang cara pandangku mengenai 'kemewahan'. Definisi kemewahan setiap orang jelas akan berbeda-beda jadi bisa dikatakan, tingkat kemewahan yang diharapkan orang juga akan berbeda-beda.

Namun kemudian aku bisa menarik kesimpulan makna tersembunyi dibalik 'kemewahan'. Aku mencoba memposisikan diri menjadi orang lain yang sibuk, bekerja keras, selalu berjuang, penuh agenda dan sebagainya. Pastinya makna kemewahan adalah ruang untuk sesekali bernafas, ruang untuk sesekali berfikir mengenai diri, mengenai dunia, mengenai masa depan, ruang untuk sekejap mereview ulang kehidupan, prioritas dan tujuan hidup yang sempat teralihkan dengan rutinitas harian yang padat dan berulang. Mirip seperti muhasabah, begitulah aku definisikan 'kemewahan' yang sesungguhnya. Pendapatku, kemewahan bukan sekedar memuaskan nafsu untuk berfoya-foya dan memamerkan jerih payah bekerja yang menguras segalanya dari diri. Kemewahan yang sebenarnya adalah memberi ruang bagi diri untuk mengupdate dan mengevaluasi ulang jejak-jejak yang berarti dalam hidup.

Definisi kemewahan menurutku ini yaitu memberi ruang bagi diri untuk menghargai diri sendiri dengan mengelola dan mengevaluasi kembali hal apa saja yang sudah dilakukan dan makna dibaliknya. Karena rutinitas bisa membunuh 'kepekaan' terhadap upgrade diri dari kehidupan yang fana. Sedangkan 'kemewahan' yang dipertontonkan generasi milenial adalah kekayaan yang berlimpah, padahal itu semua nihil tanpa keberadaan orang-orang yang berarti dalam hidup.

Kemewahan dalam bekerja memang relatif, namun akan semakin bermakna dan berkesan kemudian meninggalkan energi positif yaitu kemewahan untuk 'menyadari' kebutuhan dan apa yang sebenarnya diperjuangkan dalam hidup.

Era digitalisasi ini memang seolah melenakan, sehingga generasi kini lupa mengenai tujuan dan apa yang benar-benar layak diperjuangkan. Mereka sibuk 'memamerkan' harta benda, kekayaan yang melimpah dan hedonis yang menjerumuskan. Karena 'kemewahan' itu adalah mampu menghargai diri sendiri dan bahagia menjalani hidup dengan cara pandang yang bermakna. Tidak hanya memperjuangkan 'kehidupan', namun memperjuangkan kebermanaan hidup yang sesungguhnya layak untuk menjadi bukti ketaatan kepada Illahi Rabbi.

Harta, popularitas, networking dan apapun didunia ini bisa dicari, sesulit apapun, masih dalam jangkauan kemampuan manusia. Namun apakah 'ridho'Nya bisa diukur, bisa didapat dengan mudahnya???

Jawabannya :
TIDAK

Kita harus sama-sama sadar, perjuangan dibalik 'mencari ridho'Nya jauh lebih kompleks dari sekedar mencari uang apalagi popularitas. Perjuangan itu seolah misteri dan pencapaian tertinggi seorang hambaNya, yang betul-betul mengemis dan mengharap kasihNya agar menerima 'ketulusan' sejati pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya.

Jika diurai kembali, seberapa pentingkah uang dan popularitas dibandingkan ridho'Nya? Tidak layak dibandingkan. karena ridho Allah takkan mampu terukur secara kualitas juga kuantitas, hanya keputusan Allah yang menentukan, kita hanya mampu berusaha mengejarnya dan yakin Allah akan menerima ketulusan amal ibadah kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"