Setetes Air Mata

Bismillah..

Ini adalah tulisan pertama di bulan Maret ini, dimana sy mulai kembali dalam kesibukan dan aktivitas di kampus. Entah sibuk atau tidak ada mood nulis, tapi akhirnya sy pnya kesempatan jg untuk kembali menyuburkan benih ilmu yang telah ditanam, mengkristalkan embun ilmu yang telah menetes :))))

Judul kali ini 'Setetes Air Mata' karena terinspirasi dengan sebuah artikel yang menarik mengenai tangisan kita untuk siapa? hal apa yang sering kita tangisi?


Tulisan yang sy baca mengingatkan kita tentang makna dari air mata yang kita keluarkan. Diawali dengan cerita, tulisan itu menuliskan kisah tentang seorang ibu yang mengalami keguguran. Tapi kemudian kehamilan kedua dan ketiga alhamdulillah berjalan lancar. Setelah itu ibu ini sering sekali mengunjungi makan putranya yang tak sempat lahir ke dunia dan menangis disana.

Penulis kemudian mempertanyakan, untuk siapa ibu tsb menangis?apakah untuk anaknya atau menangisi kemalangan dirinya sendiri?Jawaban yang tepat sebenarnya adalah yang kedua. 

Dari tulisan tersebut, sy seolah disadarkan bahwa sebagia besar tetesan air mata yang mengalir baik oleh sy maupun orang-orang disekitar sy adalah air mata yang menetes karena menangisi kemalangan diri sendiri. 

Padahal seperti yang telah kita fahami bersama, sebagai makhluk Allah SWT yang sempurna hendaknya kita senantiasa bersyukur atas segala rahmat dan nikmat yan telah Ia berikan kepada kita. Sedangkan sikap yang menangisi kemalangan diri sendiri, seolah tidak mau menerima cobaan hidup yang Allah berikan kepada kita sebagai jalan mencapai kemuliaan dihadapanNya.

Hal tsb menegaskan kpd sy pribadi bahwa, keimanan ini masih jauh dibandingkan dengan para sahabat Rasulullah yang tinggi keimanannya, tulus dan bersih hatinya, untuk menangis karena Allah SWT dan permasalahan yang menyangkut kehidupan di akhirat kelak.

Terkait hal diatas, sy pun pernah membaca bahwa ketika kita menangisi sesuatu hal secara berlebihan apalagi menyangkut permasalahan di dunia, maka hal tsb akan mengeraskan hati. 

Ketika hati semakin mengeras, akan sulit hati itu tersentuh dengan kedzaliman atau kemalangan yang terjadi di sekelilingnya, sehingga akan berat dan sulit untuk menolong dan memberikan kepedulian orang yang kesulitan tsb. Hati yang mengeras pun semakin menjauhkan diri dari hidayah Allah, yang pada kondisi fitrah (hati bersih dan tulus) akan mudah hadir dan membentuk berbagai kebaikan-kebaikan dalam diri.

Makna berharga yang saya ambil dari tulisan diawal tadi mengingatkan sy kembali untuk bersyukur..

Nah makna bersyukur ini awalnya menjadi tanda tanya besar bagi sy, apakah bersyukur itu harus dengan cara berterima kasih kepada Allah, atau seperti apa?

Dalam sebuah tausyiah pagi on air, seorang ustadz menjelaskan mengenai makna bersyukur yang harus senantiasa dilakukan oleh umat muslim yang beriman. Bersyukur adalah mengungkapkan rasa terima kasih dan bahagia kita pada rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan. Cara yang tepat untuk bersyukur yaitu menjaga hal yang 'fitrah' sejak awal, untuk tetap pada fitrahnya.

Maksudnya 'fitrah' disini adalah posisi seorang manusia setelah lahir ke dunia, yaitu keadaan ketika manusia masih memiliki kelembutan hati, ketulusan jiwa, hati dan pikiran yang bersih, polos layaknya seorang bayi. 

Mengapa harus demikian? 
Karena, ketika manusia telah berada di dunia yang fana ini dan semakin melupakan Allah dan kondisi fitrahnya maka manusia akan berbuat kerusakan dimuka bumi (seperti yang Allah jelaskan dalam Al-Qur'an). Oleh karena itu Islam sebagai agama Allah yang menjadi penolong dari kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat pemisahan keterlibatan Allah denga kehidupan manusia secara personal.

Akhir kata, setiap tangisan, senyuman dan pengungkapan ekspresi emosional itu semuanya harus dikendalikan dengan baik agar tidak menjadi jalan yang menjerumuskan kita kepada keterpurukan yang fatal :) 

Wallahu'alam bissawab


*Punten belum bisa kasih landasan ayat Al-Qur'an dan Hadistnya yang dimaksud tulisan diatas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unintentional Supply

Essential of Love

Resensi buku "Membentuk Karakter Cara Islam"